Soal Ta'awwudz dan Basmalah

Ta'awwudz

Ta'awwudz berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Ta'awwadza-Yata'awwadzu. Ta'awwudzan yang berarti membaca atau mengucapkan kalimat yang bermakna perlindungan. Ta'awwudz atau Isti’adzah menurut terminologi adalah meminta perlindungan kepada Allah SWT dari godaan syaitan yang terkutuk yaitu dengan mengucapkan kalimat "A'udzubillahi Minasy-syaithanir-rajim (aku berlindung kepada Allah dengan godaan setan yang terkutuk).

Ternyata lafal Ta'awwudz atau Istradzah yang pernah dicontohkan Nabi SAW bermacam-macam bentuknya tetapi intinya sama yaitu meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Dalam pembahasan tentang Ta'wwudz, terdapat beberapa bahasan, diantaranya:

Ulama bersepakat bahwa membaca Ta'awwudz dianjurkan bagi setiap orang yang mau membaca Al Quran. Dasar nash (dalil) yang dipakai QS. An-Nahl (16): 98, yang artinya : "Maka apabila engkau membaca Al Quran maka mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk "

Perbedaan pendapat terjadi ketika memahami kata "fas-ta'idz" (mintalah perlindungan) yang berbentuk Amar (perintah) yang terdapat pada ayat tersebut: apakah menunjukkan pada Nadb (anjuran yang sifatnya tidak wajib) atau Wujub (suatu keharusan atau wajib).

Sebagian ulama berpendapat membaca lafal Ta'awwudz setiap hendak membaca Al Quran hukumnya wajib. Tapi ada yang berpendapat bahwa cukup membacanya sekali saja seumur hidup (Baca kitab alBuduruz-Zahirah, karya Abdul Fatah alQadly, (madinah : maktabah ad-Dar, 1404 H), hal.9) Lafal yang banyak digunakan para Qurra (ahli bacaan) adalah "A'udzubillahi minasya-syaithanir-rajim", sesuai dengan lafal aslinya yang ada pada surah An Nahl.

Mereka juga membolehkan membaca dengan mengurangi kaiimatnya. Misalnya "A'udzubillahi minas-syaithan ". Atau dengan menambah kalimatnya misalnya A'udzubil-lahis sami’il ‘alimi inas syaithanir-rajim, A'udzubillahil 'Adhinni minas-syaithanir-rajimi,  serta lafal-lafal yang lain yang pernah dilakukan para ahli Qira'at. (Baca kitab at-Tibyan fi Adabi hamalatilrQuran, karya Abu Zakariyya anNawawy, (Surabaya : maktabah al-Hidayah, t.t.), hal.64-65, dan kitab al-Igna' fi-QiraatisSab'i, karya Abu Ja'far al-Ansary, (Beirut : Darul-Kutub al-`11miyah, 1999 M), hal.93)

Tetapi jumhur (mayoritas ulama) dan Ahlul Ada' atau para praktisi Qiraat (bacaan) berpendapat Amar (kata perintah) yang terdapat pada ayat tersebut menunjukkan pada Nadb (sunah) artinya membaca lafal Ta'awwudz sebelum membaca Al Quran tidak merupakan sebuah keharusan. Artinya tidak berdosa bagi orang yang tidak membacanya (Baca Tafsir Qurthuby Jilid 1).

 

Basmalah

Basmalah, berasal dari akar kata "basmala-yubasmilu-basmalatan" yang berarti mengucapkan lafadz Bismillahirrahmanir-rahim. Kata basmalah merupakan "masdar" yaitu kata benda yang berasal dari kata kerja.

Para ulama sepakat bahwa basmalah yang termaktub dalam QS An Naml (27) : 30 yaitu : "innahu min sulaiman wa innahu bismillaahir-rahmaanir-rahiim " adalah termasuk bagian dari ayat Al Quran.

Disini timbul perbedaan, apakah basmalah termasuk surah Al Fatihah dan setiap surah Al Quran.

Menurut madzhab Maliki, basmalah tidak termasuk ayat dari surah Al Fatihah dan juga tidak termasuk ayat dalam setiap surah Al Quran, kecuali QS An Naml (QS.27).

Argumentasi mereka adalah sebagai berikut :

Dalil Naqly

1.Dari 'Aisyah r.a. ia berkata : " ketika Rasululllah SAW shalat beliau mulai dengan takbir kemudian langsung membaca "Alhamdulillahi rabbil "alamin". (Hadits riwayat Muslim)

2. Dari Anas r.a. sebagaimana ada dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim, ia berkata : "Aku pernah shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, dan Ustman. Mereka membaca Al Fatihah langsung Alhamdulil-lahirabbil'alamin tanpa basmalah". Dalam riwayat muslim ditambahkan : " Mereka tidak menyebut lafal basmalah baik di awal bacaan (Al Fatihah) maupun akhir bacaan".

3. Dan Abu Hurairah r.a ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Allah SWT berfirman: "Aku membagi surah Al Fatihah separuh-separuh antara Aku dan hambaKu. Dan hambaKu berhak mendapatkan apa yang dia minta. Jika ada seorang hamba berkata alhamdulillahirabbil'alamin, Allah berfirman: “hambaKu memujiKu, jika ia membaca : al-rahmanir-rahim, Allah berfirman: “hambaKu memujiKu, jika ia membaca lagi: maliki yaumid din, Allah berfirman: “hambaKu mengagungkanKu dan memasrahkan dirinya kepadaKu, maka jika ia membaca : lyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah berfirman: "ini antara Aku dan hambaKu, untuknya apa yang ia minta, maka jika ia membaca lagi : ihdinas shiratal mustaqim...dst Allah berfirman : ini untuk hambaKu dan baginya apa yang ia minta. (Hadist Qudsi dalam kitab Syarhun Nawawi 'Ala Shahih Muslim, juz 3 halaman 12).

Dalil `Aqly (Logika)

Andaikata basmalah termasuk Al Fatihah maka terdapat pengulangan dalam satu surah dalam " ar-rahmanir-rahim". Satu hal yang janggal dalam ilmu balaghah.

Adapun penulisan basmalah pada setiap surah adalah lit-tabarruk (mengharapkan berkah), dan melaksanakan hadits yang menganjurkan membaca basmalah pada setiap urusan, sekalipun penulisannya dianggap mutawatir tetapi tidak dalam keberadaannya sebagai bagian dari surah Al Fatihah dan setiap surah Al-Quran.

Di masjid Nabawi yang terletak di kota Madinah, dimana shalat telah dilaksanakan selama kurun waktu ratusan tahun dari zaman Rasulullah SAW sampai zaman Imam Malik ra, namun, tidak satupun imam shalat yang membaca basmalah. Ini mengindikasikan bahwa basmalah bukan termasuk Al Fatihah dan ayat setiap surah. Atas dasar madzhab inilah, Metode Struktur Al Quran tidak menyertakan basmalah dalam setiap terapinya.

Imam Al Qurthuby menegaskan bahwa pendapat Imam Malik yang paling shahih, karena periwayatan Al Quran harus mutawatir dan pasti. Bukan didasarkan atas riwayat yang Ahad (dzanny) yang masih diperselisihkan keabsahannya. Hal senada diungkapkan lbnu Al 'Araby.